Hukrim  

Landak VS Korupsi 300 Triliun VS Hukum Indonesia

KAB BEKASI * PRIBUMIBANGKIT.COM ]] Tak habis-habisnya Hukum di Negara Republik Indonesia menuai kontroversi, Setelah Kasus terduga penganiayaan hingga menyebabkan kematian seorang wanita Muda (DSA) yang diduga dibunuh Pacarnya terduga (GRT) anak seorang mantan anggota DPR RI di Vonis Bebas PN Surabaya pada Rabu 24 Juli 2024, padahal jelas terdapat sejumlah bukti yang mengarah, salahsatunya yakni adanya rekaman CCTV dilokasi kejadian.

Kembali hukum Indonesia dibuat heboh dan seakan penuh drama sinetron yang mencerminkan diduga bentuk keberpihakan Aparat Penegak Hukum dengan para Penjahat koruptor kelas kakap, seperti yang dipertontonkan akhir-akhir ini disejumlah Media surat kabar maupun unggahan Media sosial lainnya yakni Terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus korupsi timah senilai Rp 300 triliun, Toni Tamsil alias Akhi, divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 5.000, dalam kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk tahun 2015 sampai dengan tahun 2022.

Dalam kasus tersebut Akhi hanya di Vonis 3 Tahun dan Denda Rp 5000,- oleh Majelis Hakim TIPIDKOR PN Pangkalpinang. Hal tersebut berbanding terbalik balik dengan seorang Pria Gara-gara merawat landak jawa peninggalan mertuanya, I Nyoman Sukena diadili dan terancam 5 tahun penjara. Warga Kabupaten Badung, Bali, itu didakwa melanggar UU tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, karena memelihara landak jawa yang merupakan hewan dilindungi.

Jaksa Penuntut Umum mendakwanya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta.

Tentu ini mencengangkan kita semua Bangsa Indonesia, yang katanya negara ini adalah negara hukum, yang pada akhirnya para penetap hukum sendiri mempermalukan hukum.

Hal ini menjadi sorotan Rakyat Indonesia dan seorang penggiat sosial kontrol Yudiyantho P Suteja yang juga merupakan Ketua Koordinator DPP DHN P-KPK Pepanri dan Pimpinan Central Media Bangkit Group.

Saat ditemui Rekan-rekan Media di Kediamannya di wilayah Perumahan Villa Mutiara Jaya Blok N 11/26 Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi, Ia Mengatakan,” Dalam kepemimpinan Rezim ini hukum sepertinya bukan saja tumpul keatas tapi bisa dikendalikan oleh para pihak pemegang kekuasaan dan pemilik uang, apalagi itu menyangkut terkait koleganya,” terangnya.

” Tiga kasus kontroversial tersebut merupakan bentuk dari upaya pembodohan hukum ditengah Masyarakat, dimana seharusnya dilihat secara Kausalitas ini menyangkut hubungan sebab akibat antara dua atau lebih peristiwa. Secara umum pengetahuan tentang hubungan sebab akibat sangat penting dalam mempelajari sejarah terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa suatu peristiwa itu terjadi. Apa itu Hukum Kausalitas, merupakan bentuk hukum keniscayaan bagi alam semesta, dan merupakan fitrah manusia untuk memahaminya bahwa setiap akibat/peristiwa merupakan hasil dari sebuah sebab. Akan tetapi secara keilmuan,” paparnya.

” Hukum sebab akibat yaitu hukum deskriptif yang menegaskan hubungan diperlukan antara dua jenis peristiwa, yang satu adalah sebab dan yang lain adalah akibat. Dua jenis hubungan kausal telah dibedakan secara eksplisit, yaitu hukum kausalitas dan causal instance. Jadi suatu peristiwa hukum yang sebenarnya harus ditinjau dari berbagai aspek, bukan justru hukum-hukum digunakan sebagai bahan kepentingan dan keuntungan sebagian golongan atau kekuasaan,” jelasnya.

” Jadi saat ini banyak sekali orang-orang yang mengerti dan pintar hukum, namun justru hukum menjadi lahan bisnis dan mencari keuntungan, seperti hukum untuk Masyarakat bawah makin tajam dan meruncing. Contoh yang terjadi di Bali yakni apa kejadian si Pemelihara Landak peninggalan orang tuanya I Nyoman Sukena yang justru di Vonis lebih berat 5 tahun penjara dan denda Rp 100 Juta Rupiah dari pada koruptor 300 Triliun yang dilakukan oleh pengusaha tambang Timah Toni Tamsil yang hanya divonis penjara 3 tahun penjara dan Denda Rp 5000,-. Mungkin kalau landak itu bisa bicara, Ia bisa menjadi saksi bahwa Ia di urus dengan baik,” tuturnya sambil tersenyum.

” Yah’ saat ini ada bahasa Mencari Keadilan Di Negara Republik Indonesia ini bagaikan Mencari Jarum Didalam Jerami. Rakyat Indonesia berharap, pergantian pemimpin nanti dapat merubah hukum yang saat ini sulit dan mahal untuk dapat dijangkau oleh masyarakat bawah. Restorasi dan Revolusi hukum semoga nanti dapat terwujud,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *