Daerah  

Badko HMI Pertanyakan Bea Cukai Jabar Terkait Adanya Dugaan Penyalahgunaan Izin Impor Dan Produk Textil di Wilayahnya

BANDUNG * PRIBUMIBANGKIT.COM ]] Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Barat menyesalkan sikap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kantor Wilayah Jawa Barat yang enggan membuka suara terkait dengan penyalahgunaan izin impor tekstil dan produk tekstil (TPT) di wilayah pabean Jawa Barat.

Pasalnya, hingga rilis ini dimuat belum ada sikap kooperatif dari DJBC Kanwil Jabar untuk transparansi data izin impor tekstil yang syarat akan kecurangan dan penyalahgunaan. Bahkan kegiatan importasi ilegal TPT menjadi salah satu ancaman yang serius dalam kondisi industri TPT yang sedang alami kontraksi saat ini.

Badko HMI Jawa Barat telah melakukan audiensi kepada DJBC Kanwil Jawa Barat yang dilaksanakan di kantor Bea Cukai pada hari Selasa, 4 Juli 2023. Audiensi itu diterima oleh beberapa pejabat di satuan kerja setempat tanpa kehadiran Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat, Finari Manan.

Pada pertemuan tersebut Badko HMI Jawa Barat menyampaikan beberapa fakta lapangan yang dirangkum dalam kajian dan riset industri TPT, termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan izin impor tekstil dengan menggunakan Angka Pengenal Importir Produsen.

“Kami menyesalkan sikap Dirjen Bea Cukai Jawa Barat yang enggan membuka data importasi tekstil secara transparan. Kami justru menduga bahwa ada hal-hal yang ditutup-tutupi dalam kegiatan importasi tekstil ini yang mengancam perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial masyarakat,” kata Firman Nasution, Ketua Umum Badko HMI Jawa Barat periode 2021-2023.

Di lain pihak, Agus Riyanto kepala kajian dan riset pemberdayaan industri tekstil dan produk tekstil mengungkapkan bahwa terdapat penyalahgunaan izin impor yang sangat besar yang beresiko mengancam laju pertumbuhan industri TPT nasional.

“Ada perusahaan di Jawa Barat yang menyalahgunakan izin impor tekstil hingga 710 juta meter. Ini satu perusahaan, belum yang lain lagi. Tentunya ini kan merusak pasar dan menjadi ancaman keberlangsungan industri nasional,” ungkap Agus (4/7).

Industri TPT merupakan salah satu sektor industri penting yang hingga saat ini memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan penghasil devisa negara. Pada kuartal I/2023, industri tekstil berkontribusi sebesar 6 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) industry pengolahan nonmigas.

Di lain sisi, industri tekstil nasional juga merupakan salah satu jaring pengaman sosial. Sebagai salah satu sektor industri padat karya, industri ini menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga dalam kondisi kontraksi seperti yang dialami industri tekstil saat ini, terbilang riskan dan menjadi ancaman serius terhadap sumber pendapatan dan penghasilan masyarakat.

Hingga saat ini, sudah ada laporan 70 ribu karyawan TPT yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Awal April lalu terjadi PHK sebanyak 1.163 orang karyawan pada PT Tuntex Garment karena bangkrut. Jika kondisi ini terus dibiarkan maka akan berlanjut terhadap banyaknya perusahaan tutup dan ratusan ribu karyawan akan kehilangan mata pencaharian.

Penyebab terpuruknya industri tekstil saat ini salah satunya disinyalir adalah maraknya importasi ilegal. Hal itu dilakukan dengan penyalahgunaan izin impor dan kurangnya pengawasan terhadap 106 Pusat Logistik Berikat (PLB) yang terdapat di 159 lokasi yang tersebar di beberapa wilayah.

Perusahaan yang ada di PLB mendapatkan Fasilitas Kawasan Berikat dengan menggunakan izin impor Angka Pengenal Importir-Produsen (API-P). Setiap perusahaan yang menerima fasilitas Kawasan Berikat didalamnya harus terdapat pengawasan Bea Cukai.

“Hingga adanya kejadian penyalahgunaan izin impor di daerah kawasan berikat pada sektor TPT tentunya mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai tidak dilakukan secara maksimal,” pungkas Agus. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *